Readers, seberapa sering anda mengakses akun instagram anda? Sekedar scroll untuk mengetahui postingan teman-teman? atau mungkin, memposting foto kegiatan anda hari ini? Sudah seperti wajib hukumnya kita sebagai kaum netizen mengakses beberapa media sosial yang ada digadget kita. Nah, jika anda memposting sesuatu di sosial media, seberapa sering anda menggunakan hashtag ? misalnya #currentmood #bored #weheartit #wip #tagstagramers #livefolk #liveauthentic #swaggg #happy #likeforlike dan seterusnya. Pernahkah anda melihat #OOTD? Biasanya hashtag ini dibubuhkan pada foto yang menunjukkan seseorang berpose dengan pakaian yang (menurutnya) keren dan disertai tag pada akun instagram semacam @ootdindo, @ootdindomen dan sebagainya.
Sebenarnya apa sih OOTD? Sejak kapan #OOTD mulai digunakan
untuk menyertai foto yang barbau fashion? Dan siapa saja “oknum-oknum” yang
memprakarsai lahirnya #OOTD ini? Pada bahasan kali ini saya akan coba membahas
mengenai fenomena ini dan hubungannya dengan lifestyle dan era post-modern yang sedang berlangsung saat ini, let’s check it out!
Sebelum membahas lebih lanjut, berikut adalah video dari OOTDINDO untuk memeberi gambaran sedikit tentang OOTD di Indonesia
OOTD adalah kepanjangan dari Outfit Of The Day atau arti sepadan dalam bahasa indonesianya
pakaian yang dikenakan hari ini. Seperti arti harafiahnya, #OOTD digunakan untuk
menyertai foto dari pakaian apa yang kita kenakan sepanjang hari tersebut untuk
beraktivitas. OOTD bermula dari para fashion blogger yang sering mengupload
padu-padanan dari pakaian yang mereka kenakan pada hari tertentu, karena mereka
memposting foto hampir setiap hari, pada akhirnya terciptalah hashtag OOTD
tersebut. Tren ini sudah marak dari sekitar tiga tahun kebelakang. Foto yang
diupload biasanya foto keseluruhan tubuh yang menonjolkan pakaian yang
dikenakan, tidak hanya menyertakan hashtag #OOTD namun juga memberi caption
nama brand apa yang dikenakan dan sedikit quote
untuk menambah nilai dari visual yang disajikan.
salah satu fashion blogger yang di repost oleh akun instagram @ootdindo |
Untuk media sosial instagram sendiri #OOTD telah mencapai
sekitar 57 juta post foto, luar biasa bukan? OOTD sendiri biasanya digunakan
oleh anak muda yang gemar “pamer” pakaian apa yang sedang mereka kenakan, namun,
kebanyakan dari mereka hanya memposting foto dengan pakaian bermerek saja,
sedikit sekali yang menggunakan hashtag
ini dengan pakaian yang biasa, atau pakaian yang tidak memiliki merek terkenal.
Selain anak muda yang gemar mempertontonkan pakaian yang sedang mereka kenakan,
para penjual barang di online shop
juga kerap menggunakan hashtag ini
agar barang dagangan mereka mudah ditemukan oleh para instagramers (sebutan
untuk pengguna media sosial instagram), ya, OOTD bukan hanya dijadikan
iseng-iseng atau hobi, namun juga merambah ke bidang bisnis dan jual-beli yang
biasanya dilakukan secara online. Di
indonesia sendiri, bahkan telah ada akun instagram khusus untuk OOTD dimana
akun instagram ini mengumpulkan dan merepost (memposting ulang) foto-foto
secara acak dari orang-orang yang menggunakan #OOTD atau men-tag foto ke akun ini, tujuannya pun
masih kabur, apakah akun ini pada akhirnya akan menghasilkan “selebritis
instagram” melalui hashtag OOTD tersebut atau hanya sekedar iseng untuk
menambah euforia fenomena ini.
salah satu yang direpot oleh akun @ootdindomen |
OOTD ini pun tidak mengenal jenis kelamin, bukan hanya kaum
perempuan saja yang menggunakan dan berani “pamer” dengan hashtag ini tetapi kaum laki-laki juga sering menggunakannya,
kebanyakan mereka memposting foto dengan pose bak model-model kawakan padahal
belum tentu mereka memilik basic
sebagai seorang model.
Selain untuk menyalurkan hobi dan berjualan, hashtag ini juga digunakan dalam urusan marketing. Sering kali kita mendengar
kata endorse di instagram, sistem endorse ini menggunakan sistem barter.
Biasanya seorang yang telah memiliki followers
dengan jumlah tertentu akan mendapat berbagai penawaran dari berbagai macam brand fashion untuk menjadi semacam “brand ambassador” tanpa ada kontrak yang
mengikat dan tanpa perjanjian hitam di atas putih. Mekanismenya, seorang yang
memiliki followers banyak ini akan
mendapat suplai pakaian untuk mereka ber-OOTD-ria secara gratis namun mereka
harus menyertakan brand tersebut
dalam postingan foto mereka di akun
sosial medianya yang bertujuan untuk mempromosikan brand tersebut. Kerjasama semacam ini sifatnya saling
menguntungkan, brand maupun orang
yang mendapat suplai pakaian gratis akan mendapat keuntungannya masing-masing.
salah satu penyanyi Indonesia, Raisa yang melakukan endorsement dari salah satu brand fashion |
Setelah kita tahu mengenai OOTD ini, saya akan coba
membahasnya dari segi yang lain yakni lifestyle
dan hubungannya dengan era post-modern yang sedang berlangsung saat ini.
Lifestyle adalah
pola atau cara seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktifitas, minat,
dan opininya (Kotler,2002). Ada tiga poin penting dalam lifestyle, yaitu
aktifitas, minat, dan opini. Nah, untuk kasus OOTD, sudah sangat jelas OOTD
bagi peminatnya merupakan bagian dari aktifitasnya, lebih tepatnya cara mereka
berpakaian selama satu hari tersebut. Aspek kedua adalah minat, dimana
orang-orang yang senang ber-fashion-ria
(sebut saja fashionista) sangat tertarik dan memiliki minat pada bidang fashion, terutama pakaian jenis dailywear atau pakaian sehari-hari, para
fashionista percaya bahwa dengan mereka memakai pakaian yang bagus ketika
menjalani harinya pada akhirnya akan memberikan nilai tambah pada diri mereka,
atau paling tidak membuat mereka lebih percaya diri. Aspek yang terakhir adalah
aspek opini, aspek ini menyangkut tentang pendapat inside-outside, maksudnya
adalah pendapat dari diri mereka ketika mereka melakukan OOTD, dan pendapat
orang sekitar mereka ketika melihat mereka melakukan OOTD tersebut. Para
fashionista ini memilik pendapat bahwa mereka akan terlihat keren ketika mereka
telah berhasil berdandan dan mempostingnya dimedia sosial sehingga orang tahu
pakaian apa yang mereka pakai pada hari itu untuk berkegiatan, lebih bagus lagi
ketika mereka mendapat banyak like
atau love dan komentar-komentar
memuji pada akun sosial medianya, hal ini akan membuat mereka termotivasi untuk
melakukannya lagi pada hari-hari selanjutnya. Sedangkan pendapat orang lain
pada akhirnya akan berpengaruh juga pada orang tersebut, seperti yang saya
telah sebut diatas bahwa komentar-komentar yang positif (pujian) akan membuat
mereka melakukan OOTD lagi dihari-hari selanjutnya. Saya kurang mengerti apakah
akhirnya siklus ini akan menimbulkan euforia tersendiri bagi pelaku atau
mungkin menimbulkan semacam kecanduan untuk ber-OOTD-ria setiap harinya.
beberapa non-models yang memiliki lifestyle seperti model dan kerap memposting foto OOTD |
Yang kedua, mari bahas fenomena OOTD ini dalam bidang era
post-modern yang mana saat ini sedang kita jalani. Sebelum menghubungkan
keduanya, berikut akan saya sebutkan beberapa ciri dari era post-modern.
Ciri-ciri era post-modern:
1.
Adanya hasrat memuaskan keinginan (needs vs
wants)
2.
Manusia memiliki identitasnya secara individual
3.
Pemikiran yang relatif (tidak ada nilai
kebenaran mutlak)
4.
Produk memiliki identitas
5.
Manusia cenderung hidup berkelompok sesuai
kepribadiannya
6.
Munculnya sifat konsumerisme
7.
Munculnya “agama” kecil (fanatik terhadap
sesuatu)
Nah, dari ciri-ciri era post-modern diatas, mari kita coba
bahas mengenai fenomena OOTD ini.
Fenomena OOTD ini dapat dikategorikan dalam dua aspek,
kebutuhan dan juga keinginan, kebutuhan untuk sebagian orang yang sangat ingin
mencolok atau stand out dikalangannya
(khususnya di sosial media), dengan OOTD mereka akan merasa kebutuhannya untuk
disorot publik akan terpenuhi. Lain halnya dengan orang yang menggunakan OOTD
ini hanya sebagai suatu hobi atau sesuatu yang tidak harus, jadi mereka sekedar
memuaskan hobinya untuk mempertontonkan pakaian yang ia kenakan pada hari
tertentu. Dengan OOTD ini pula, para fashionista dapat menunjukkan
kepribadiannya melalui jenis style
yang mereka anut, sebagai contoh mereka yang memiliki kepribadian yang tomboy dan sedikit cuek akan menggunakan
pakaian yang edgy dan tidak feminin,
dari foto-foto yang mereka upload orang akan dapat melihat kira-kira orang
tersebut menganut jenis gaya yang seperti apa. Pada akhirnya akan
terkotak-kotak gaya yang ditampilkan pada foto yang diupload dan orang yang
melihat akan dapat menilai identitas pengupload tersebut. Dalam bidang fashion,
memang tidak ada nilai mutlak karena fashion dapat dieksplor seluas mungkin,
contohnya, ada beberapa fashionista yang berjenis kelamin laki-laki mengupload
foto OOTDnya menggunakan sepatu berhak atau kerap disebut sepatu heels. Tidak
ada nilai yang mutlak seperti apa orang harus berpakaian atau ber-OOTD,
pemikirannya relatif, benar atau salah tidak ada yang dapat menentukannya.
Begitu pula dengan produk-produk yang dikenakan, produk dengan citra tertentu
akan dikenakan oleh orang yang merasa produk tersebut dapat mencirikan
kepribadiannya. Produk telah memiliki citra dan “gender”nya masing-masing. OOTD
ini juga memunculkan kelompok-kelompok tersendiri secara tidak langsung,
orang-orang yang senang melakukannya akan secara tidak langsung membentuk
kelompok sosial tersendiri, beda dengan mereka yang tidak senang melakukan OOTD
ini, akan menganggap ber-OOTD in merupakan kegiatan yang tidak penting. Selain
dampak-dampak yang diatas, fenomena ini juga pada akhirnya melahirkan sifat
konsumerisme dan fanatisme pada satu produk, misalkan seorang fashionista akan
secara terus-menerus menggunakan suatu produk milik brand tertentu sehingga secara tidak langsung ia akan mengenakan
dan menjadikan brand tersebut sebagai
representasi dari gaya yang ia miliki. Contoh merek sepatu A, seorang yang
memiliki fanatisme terhadap merek tersebut akan memposting foto OOTDnya
menggunakan merek tersebut secara terus-menerus, tanpa sadar ia telah melakukan
konsumsi berlebih terhadap produk tersebut, bukan lagi menggunakan fungsi
utamanya sebagai alas kaki, melainkan menggunakan sepatu A karena menurutnya
produk sepatu A tersebut telah melekat dengan dirinya dan orang-orang akan
menilai dirinya keren ketika menggunakan sepatu A tersebut.
Setiap tren atau fenomena yang sedang booming ditengah masyarakat pasti akan memiliki pro dan kontranya,
begitu juga dengan tren OOTD ini, bagi orang yang senang berdandan dan
memposting fotonya ke media sosial akan sangat senang dan puas ketika
melakukannya, tetapi untuk sebagian orang yang tidak suka, akan mengganggapnya
sebagai suatu kegiatan yang sia-sia. Oleh karena itu, sebaiknya kita bijaksana
dalam memilih apakah kita akan mengikuti tren tersebut atau tidak. Banyak
faktor yang harus dipertimbangkan ketika kita akan mengikuti sebuah tren yang
sedang berlangsung.
So, what outfit do you wear today ? is it a must-have
fashion item ?